Sabtu, 09 Mei 2015

Don't grow up, it's a trap!



Ku tundukkan kepala melihat lantai coklat yang mulai mengering. Beberapa menit yang lalu, petugas khusus kebersihan yang disediakan oleh pihak kereta api baru saja selesai membersihkan lantai yang biasanya nampak kotor dan tidak terawat. Saat ini pengelolaan kereta api sudah lebih baik, setidaknya sudah ada petugas kebersihan yang benar-benar membersihkan lantai.

Beberapa bercak dan aliran air yang mengalir dari dekat pintu kereta mengambil perhatianku. Mereka mengalir menyusuri lantai yang dirasa lebih rendah, mendekat ke arah kakiku. Semakin lama semakin banyak, semakin lama hujan semakin deras. Suara butiran air yang menghantam kaca jendela diselingi dengan sesekali gemuruh petir membuat harmonisasi yang pas untuk membuatku mengingat beberapa hal yang menggangguku belakangan ini.

Aku senang memperhatikan sekitar. Aku senang memperhatikan orang-orang di sekitar untuk setelahnya mencoba mengambil kesimpulan yang kubuat sendiri semauku. Dan bila itu memungkinkan, tidak jarang aku memulai pembicaraan. Senang rasanya bisa berbincang dengan sesorang yang baru, karena pasti ada saja hal baru yang bisa ku ketahui. Tapi mungkin kali ini lain, saya hanya memperhatikan sekitar sambil bertanya-tanya kepada diri sendiri.
            Di hadapanku terdapat sepasang anak muda. Sepertinya mereka telah memiliki hubungan khusus, minimal pendekatan. Tapi kesimpulanku mengatakan bahwa mereka berpacaran. Mungkin masih baru, karena masih agak malu-malu. Di sebelah mereka ada seorang perempuan. Baru saja naik dari stasiun sebuah universitas ternama di Indonesia. Sepatu kets, celana jeans, dan tas ransel sudah cukup bagiku untuk menebak. Ditambah lagi headset putih yang Ia gunakan sejak memasuki kereta yang belom sempat Ia lepas hingga Ia mendapat tempat duduk. Santai sekali. Jurusan Sastra atau bahkan Teknik tebakanku. Ia benar-benar menikmati musik yang disumbat di telinganya, mendengarkannya sambil menutup mata. Mungkin itu lagu kesukaanya, atau lebih tepatnya lagu yang mampu mengingatkannya kembali akan memori-memori senangnya dahulu. Wah lihat! Ada seorang anak laki-laki berlari mendekati pintu, menginjak-injak genangan air. Sepertinya Ia senang melihat itu. Ibunya? Tidak terlalu merisaukan, tapi tak pernah lolos mengawasi. Oke, saya sependapat. Mereka tak melulu harus dilarang. Oh, kereta berguncang sedikit, anak kecil itu spontan menapakkan kakinya ke belakang untuk menjaga keseimbangan, lalu lari menuju Ibunya. Pelukan anak kecil itu memegang erat kedua kaki sang Ibu. Kepalanya Ia tenggelamkan, diusap-usapkan ke bagian paha. Gayung bersambut, kepala anak kecil itu pun mendapat usapan dari Bundanya. Manis sekali. Senang melihatnya.
             “Don’t grow up, it’s a trap” mungkin ada benarnya.  Kalau saja anak kecil tadi bukanlah anak kecil lagi, mungkin lain yang akan dilakukan. Pura-pura tidak ada apa-apa, menengok ke kanan-kiri, stay cool seolah tenang, padahal kaget karena mau jatuh terjungkal. Semua yang dilakukan hanya pura-pura agar tetap terlihat bagus, agar tetap terlihat normal. Rumit. Anak kecil tadi hanya melakukan apa yang Ia ingin lakukan. Saat takut, Ia mencoba mencari perlindungan yang terbentuk dalam sosok Ibunya. Saat rasa ingin tahunya muncul, Ia dekati genangan air yang mengalir di dekat pintu. Tanpa ada rasa ini rasa itu, tanpa memperdulikan apa kata orang. Sederhana.

Keinginan dan kebutuhan. Semakin bertambah usia, semakin bertambah keinginan serta kebutuhan yang terkadang terangkum jadi satu dalam sebuah kepentingan. Kedua hal yang seharusnya terpisah, namun kebanyakan tercampur-aduk akibat tidak ada keteguhan prinsip yang kuat. Hal yang sebenarnya keinginan menjadi sebuah kebutuhan, sedangkan hal yang benar-benar sebuah kebutuhan itu sendiri menjadi tersingkirkan.

Keinginan dan kebutuhan tidak hanya berbentuk materi. Keinginan untuk dihargai, keinginan untuk dipuji, keinginan untuk dicintai, keinginan untuk menjadi perhatian, dan berbagai macam bentuk keinginan yang lain. Manusiawi memang, tapi tentu punya batasan. Karena pada dasarnya setiap manusia dari lahir udah diciptain rasa ingin dihargai, rasa benci, dongkol, sayang, kasih dan lain sebagainya. Yang membedakan cuman gimana mengeluarkannya. Ada yang bisa nahan, ada yang pelan-pelan, ada yang spontan, ada juga yang diam-diam dan masih banyak lagi. Jadi semua kembali ke diri kita sendiri.

Akibat keinginan dan kebutuhan yang tercampur-aduk dan tidak dapat dikendalikan, muncul-lah sebuah kepentingan. Kalau sudah berbau kepentingan, air laut yang tadinya asin bisa saja menjadi manis, bahkan semanis artis pemeran film 500 Days of Summer. Kalau sudah berbau kepentingan, bau bokong  pun bisa saja menjadi harum, bahkan seharum parfum yang dipakai Mar dari Paris. Begitu juga sebaliknya. Hah!

Keinginan juga gak melulu negatif. Keinginan positif juga bisa buat yang sederhana menjadi rumit. Keinginan untuk menjaga perasaan orang lain, keinginan untuk memberi, keinginan untuk menolong, dan keinginan positif yang lainnya. Hingga melakukan hal positif pun bahkan menjadi rumit. Tidak seperti anak kecil yang memang tulus bila ingin melakukan sesuatu, bagi orang dewasa bisa saja hal positif menjadi sebuah kepentingan. Mengerikan. Kebutuhan untuk memenuhi ketenagan jiwa dengan melakukan hal positif menjadi pudar akibat kepentingan.

Apresiasi justru kepada mereka yang dibilang “polos” atau “lugu”. Karena mereka tidak banyak memikirkan ini-itu. Mereka hanya melakukan apa yang menurut mereka baik demi memenuhi kebutuhan mereka. Tidak seperti orang dewasa yang terlalu banyak memikirkan ini-itu. Keren menjadi anak kecil, tapi bukan berarti kekanak-kanakan.

Lama melamun, aku lupa dimana nanti aku berhenti. Bertanya kepada penumpang di samping, ternyata tujuan kami sama, persis satu stasiun di depan. Alhamdulillah, tidak terlewat seperti dulu pernah tertidur. Kuucapkan terimakasih lalu kupersiapkan barang bawaanku. Satu tas ransel, satu tas jinjing di tangan kiri, dan dua kardus ukuran sedang di tangan kanan, saya sudah tak sabar ingin merasakan “rumah”. I’m coming!



20 Maret 2015

Dalam perjalanan kereta listrik dari stasiun Bogor menuju stasiun Juanda




Tidak ada komentar:

 
Design by Muhammad Dimas Rahman Affandi | Bloggerized by campredodellaconcetta - samid namhar - @midsamid | Lampung-Jogjakarta-Indonesia