Selasa, 13 Agustus 2013

Salah satunya




Mulai saat itu, saya berjanji kepada diri saya sendiri, saya tak akan lagi mencoba yang satu ini.

Ya, itu lah kesan pertama saya mencoba salah satu jenis penyajian kopi ini. Espresso sebutannya. Saat itu selasa malam, ingat sekali, karena saat itu saya sedang berada di sebuah cafe di jogjakarta yang tiap selasa malam mengadakan sebuah acara kecil, seloso-selo. Isi acaranya tergolong baru dan unik, free stand-up comedy. Jadi, siapapun pengunjung bebas untuk maju ke depan panggung, menguasai mic, lalu bercuap sejadinya hingga seluruh pengunjung tertawa. Bukan, tapi bukan saya yang bakal menjadi comic (sebutan untuk stand-up comedian) malam itu, yaitu teman saya Azwar yang bakal tampil. Anaknya kocak emang, makanya saya ingin melihatnya. Dan sembari menunggu giliran Ia tampil, kejadian itu pun terjadi. Saya yang-suka-mencoba-coba-hal-baru memesan secangkir kopi yang belum pernah saya coba sebelumnya, menarik namanya, espresso.

Pelayan datang. Ia membawa beberapa gelas dan cangkir. Satu gelas milik teman, satu cangir milik teman, dan tinggal saya yang belum kebagian. Dan yeah, cangkir terakhir diangkat dari nampan pelayan tersebut. Ah, ekspektasi saya terlanjur membumbung tinggi, tak sabar dibuat penasaran oleh menariknya nama kopi itu. Jatuh-lah tatakan putih beserta cangkir-amat-kecil di atasnya, dibarengi dengan sebuah sendok yang tak kalah mungil dan beberapa bungkus gula pasir. Pelayan pergi. Ngakaklah kami bertiga sejadi-jadinya. Hahahaha.

Cangkirnya kecil sekali. Begitu juga sendoknya. Sudah sekecil itu pun, isinya tidak penuh. Rasanya? Jangan ditanya. Walaupun sudah ditaburi gula pasir yang tak kalah banyak dengan jumlah kopinya, tetap saja pahit tak terkira. Segelas air putih pun tetap tak menghilangkan rasa pahitnya. Terbelalak mata ini dibuatnya. Mungkin bukan karena efek kafein dari kopinya, tapi karena rasa pahitnya.

Ah, sayang, ternyata saya melanggar janji yang telah saya buat sendiri. Entah karena memang menarik namanya, atau karena lupa, atau memang sudah tidak dapat berfikir lagi, saya kembali memilih jenis penyajian kopi tersebut. Ada imbuhan sedikit di belakang kata espresso kali ini, hal itu yang membuat saya berharap mukjizat akan hadir, kopi kali ini akan berbeda dengan sebelumnya. Tapi kenyataanya? Cangkir kecil itu hadir lagi. Sama persis. Hanya gula pasirnya yang berbeda. Air putih? Ah, saya sudah tahu, itu tak akan mempan. Ah, sudahlah, nikmati saja, toh bisa ngilangin kantuk kan? Ah, kan memang udah gak ngantuk (dalem hati menangis). Hahaha




 
Design by Muhammad Dimas Rahman Affandi | Bloggerized by campredodellaconcetta - samid namhar - @midsamid | Lampung-Jogjakarta-Indonesia