Pagi ini masih gelap. Kokok ayam terdengar bersahutan
diiringi sesekali suara petasan. Belakangan ini saya seperti tinggal di daerah
konflik. Banyak sekali suara tembakan yang terdengar dari jendela, seperti
sedang terjadi peperangan antara Tentara Indonesia dengan Militan Gerakan Aceh
Merdeka. Kadang ada suara berentetan, terkadang lagi ada suara dentuman keras
dari kejauhan, tapi ada juga sesekali terdengar suara letusan yang cempreng,
petasannya sudah “aus”.
Pagi ini juga hujan. Tidak deras, hanya rintik-rintik. Hujan
cukup lama hingga cahaya pagi tidak seperti biasanya. Kelabu tertutup awan. Satu
minggu kemarin, hujan datang setiap hari, setiap sore. Hujan deras plus angin kencang.
Dengan durasi yang tidak lama, tapi cukup untuk menerbangkan atap rumah dan merontokkan
dahan-dahan pohon. Banyak yang kurang menyuka hujan saat itu, saya sejak dulu.
Tapi, itu lah manusia. Justru sejak seminggu hujan itu, saya setelahnya
tersadar. Karena durasi yang tak lama, saya selalu keluar saat hujan reda.
Udara setelah hujan reda tidak ada tandingannya. Saya suka udara setelah hujan
reda. Pagi ini saya suka.
By the way, kenapa hujan-hujan petasannya masih hidup? Entah lah. Gitu aja dipikirin.