Kamis, 05 Februari 2009

Pagi Yang Membosankan

Pagi itu sungguh membosankan, sama seperti pagi-pagi sebelumnya. Duduk di pojok kelas yang sudah mulai ramai dengan anak-anak yang baru masuk dan akan memulai pelajaran setelah terlihat ada seorang guru yang berjalan menuju kelas nantinya.

Sambil menunggu itu, semua terlihat sibuk dengan semua urusan masing-masing. Kebanyakan, mereka sibukkan dengan mengobrol, membicarakan banyak hal yang terlihat menarik tapi tidak bagi ku. Beberapa, ada yang sibuk bersih-bersih, ada juga yang memutar-mutar buku. Sedang kan Aku? Duduk sendiri tidak melakukan apa pun, melongo seperti hal nya orang bodoh. Melihat diriku kini , benar-benar merasa sepi di tengah keramaian.

Jadi, di sinilah aku, duduk sendirian di pojok kelas di bangku yang telah ku duduki selama setengah tahun ini, di sekolah menengah atas ternama di kota ku ini, di tahun kedua dari tiga tahun yang harus kujalani.

Duduk, menahan ngantuk, hanya bisa melihat mereka yang berbicara, mereka yang bisa tertawa atau yang lagi sibuk menyalin pekerjaan rumah atau bahkan pergi ke warnet depan sekolah hanya untuk mencetak laporan teman yang harus di kumpul kan sebentar lagi. Pekerjaan rumah yang juga belum selesai aku kerjakan karena terlalu banyak menonton bola hingga larut malam. Sehingga tidak ada yang bisa ku kumpul kan nantinya, namun saat ini aku jelas tidak terlalu peduli.

Duduk di bagian paling pojok di belakang ruangan ini, bagian favorit ku. Bukan tanpa sebab dan alasan, bukan juga hanya karena faktor kesukaan.
Jauh dari tempat dudukku, ada yang selalu duduk di situ, seorang perempuan yang telah menghantui ku selama dua tahun terakhir ini, satu kelas bersama untuk tiga tahun di sekolah ini dalam hidup ku. Percayalah, kalau bisa memilih aku ingin berada di tempat lain, itu yang selalu berusaha ku tanam kan selama ini dalam benak dan hati ku ini.

Karena perempuan itu telah mengganggu tidur ku, menggetarkan kan hati ini dengan wajah nan elok dimanis kan dengan lesung pipit nya itu. Namun, aku benar-benar mencoba untuk meyakinkan diri ku sendiri bahwa ia tidak pantas untuk ku, yang notabene cowo culun berkacamata sebesar TV berwarna.

Tapi tidak, aku jatuh cinta pada nya. Celaka lah diri ini, untuk waktu-waktu yang ku buang dengan hanya memikir kan nya selalu.

Tapi kenapa setiap melihat nya degup jantung tidak pernah beritme wajar.Yang lucunya bahkan setiap berpapasan, mata ini tak bisa menatap nya lebih dari setengah detik, bahkan lebih sering menghindar kalau melihat dari kejauhan dia akan berjalan menuju ke arah ku.

Tahu kah dia perasaan ku? Sepertinya tidak, tidak sama sekali. Karena kini di dalam hidupnya, aku tak berarti apa-apa, bukanlah siapa-siapa. Ada lelaki lain yang ia anggap dapat mengisi hari-harinya, yang lebih pantas baginya tentunya. Aku selalu mencoba mengatakan pada diri ku sendiri untuk menerima kenyataan, memahami perasaan, cinta tak harus memiliki, sebuah kalimat yang sering diucapkan sebagai obat penawar perasaan oleh orang-orang yang cintanya tak kesampaian.

Kini ia datang, dari balik pintu ia muncul dengan wajah yang menenangkan, rambut hitam pekat nya seperti biasa ia biarkan melambai seperti debur ombak di pantai Mutun, jelek oh tuhan aku ingin sekali mengatakan nya biar semakin benci ia pada ku, dan aku pun siapa tahu bisa benci pada nya.

Campredo della concetta namanya, nama yang aneh bukan? Ia bukan hanya cantik namun juga indah. Ia tidak hanya baik tetapi juga ramah. Cara ia berjalan, bertuturkata, melentikkan jarinya sungguh sangat mengagumkan. Semua itulah yang membuatku tak dapat berpaling darinya. Tak ada yang lain di hatiku kecuali dia.

Duduk ia di bangkunya, meberikan senyumanya pada teman-teman di sekitar nya, tapi tidak pada ku, terlalu jauh mungkin.

Terlalu jauh juga ia untuk menyapa ku seperti ia menyapa anak-anak cowok yang mencari perhatian di sekeliling bangkunya. Aku tidak di perhatikan, dan bukan untuk pertama kalinya, dan untuk entah berapa lama kami tidak saling menyapa, untuk orang yang telah bersama-sama dalam satu kelas slama dua tahun, bisa di hitung dengan jari tanpa jari-jari di kaki bahkan, berapa kali kami ngobrol atau sekedar berkata-kata.

Makin lemas saja aku untuk menyambut hari ini, makin malas buat apa pun kalau sudah seperti ini.

"tak-tok tak-tok tak-tok!!!" terdengar bunyi suara hak sepatu yang sedang berada dalam kecepatan tinggi menuju kelas ini. Tidak lain dan tidak bukan ialah guru kimia kami yang terkenal akan cara berjalannya itu seperti sedang berlari.

Kedatangannya , menandakan berakhirnya segala obrolan tidak penting, tegur sapa, atau kesempatan untuk menyalin pekerjaan rumah mereka-mereka yang ada di dalam ataupun di luar ruangan.

Aku pun mulai menutup mata ku, menelungkupkan tubuh di atas meja, menguap selebar-lebar nya, tadi malam aku tidur larut sekali menyaksikan klub sepakbola kebangganku, Arsenal imbang lagi.

~hahaa tugas buat cerpen pas kelas 2. lumayan laa. tpi sbenernya gw adopted and modified. dasar cupuu. hahaaa.

 
Design by Muhammad Dimas Rahman Affandi | Bloggerized by campredodellaconcetta - samid namhar - @midsamid | Lampung-Jogjakarta-Indonesia